Senin, 13 Desember 2010

Mario Teguh Golden Way, Edisi 19 Juli 2009

Kalalu kita berbicara sangat serius, kita berkata demi Tuhan, kalau Tuhan berbicara sangat serius Beliau berkata Demi Masa/Demi Waktu. Karena sebetulnya kita kalau dihitung dari penggunaan waktu, hampir semua diantara kita merugi. Tuhan memiliki waktu dan semua kenikmatan dan kekayaan didalam waktu itu.
Dengan memintanya sedikit dari waktu-Nya yang dikaruniakan kepada kita sebagai masa untuk memuj-iNya, memuliakan-Nya, karena tidak mungkin orang-orang jelek, mampu memuliakan Tuhan.
Jadi cara Tuhan memuliakan kita, kita mumuliakan Tuhan dalam sedikit waktu yang dimintaNya, lalu kita diuji, apakah kita mendahulukan rasa takut rugi, karena menggunakan waktu tidak untuk perniagaan serta tidak untuk hal-hal yang membangun kekuasaan didunia.
Orang-rang yang ikhlas bisa kita lihat meninggalkan apapun yang dilakukannya begitu Adzan berkumandang, menutup semua perniagaannya untuk pergi memenuhi panggilanNya, karena dia yakin dengan menginvestasikan sedikit waktu untuk memuliakan Tuhan, dia akan dimuliakan Tuhan.
Kemudian mereka dengan tulus menyerahkan fokusnya kepada pemuliaan Tuhan, karena sedikitpun waktu yang tersisa untuk perniagaan, cukup bagi Tuhan untuk memperkayanya, untuk memuliakannya didalam rentang waktu yang sangat sedikit itu.
Tetapi terkadang kita meragukan kemampuan Tuhan untuk menjadikan kita apapun yang Beliau kehendaki. Dengan menggunakan logika sederhana kita, bahwa kalau waktunya tidak banyak uangnya tidak banyak. Padahal Tuhan berjanji kalau Aku berkenan, Aku bisa jadikan apapun.
Dan kehebatan Tuhan itu sangat sederhana, ketika Beliau berkehendak, hanya perlu mengatakan ‘kun fayakun ‘, maka jadilah sesuatu yang dikehendakinya itu.
Tiga Tugas kita sebagai kekasih Tuhan adalah
- Meminta kepada Tuhan Yang Maha Pengasih
- Memantaskan diri bagi penerimaan dari permintaan kita
- Menerima dengan kesyukuran.
Meminta adalah sesuatu yang sangat sederhana, tetapi tidak dilakukan oleh semua orang, bahkan oleh yang taat diantara kita.
Mereka lama beribadah, lama merasa meminta, tetapi sebetulnya yang ada adalah tantangan-tantangan. Misalnya dengan mengatakannya kepada Tuhan: Kalau tidak disetujui ya..sudah , Kalau Tuhan tidak mau kasih ya..sudah .
Memang Beliau Maha Mengerti, beliau mengharapkan kita mengerti kalau kita meminta, maka memintalah, jangan menantang.
Kalau kita takut hilang kita berdo’a, kalau kita takut rugi kita berdo’a, kalau kita takut ditinggalkan oleh orang yang kita cintai, maka kita berdo’a. Tetapi kalau sudah ditetapkan terjadi baru kita ikhlas.
Memintalah sederhana saja, karena permintaan yang sederhana dan jujur adalah pengakuan keimanan. Anda tidak perlu menyindir-nyindir Beliau, anda tinggal datang lalu katkan ” Tuhan aku ingin menjadi orang pandai, orang yang bijak, orang yang mengasihi orang lain, orang yang memuliakan nama-Mu, orang yang mewakili kehadiran-Mu dalam kehidupan ini bagi saudaraku”.
Hal ini-lah yang menjadikannya pantas menerima, dan setelah menerima dia bersyukur dan menggunakan apa yang diterimanya bagi kemaslahatan diri dan saudaranya.
Apabila tiga hal ini dilakukan dengan baik, maka akan mengundang kepadanya tiga hal yang lebih hebat lagi. Meminta yang lebih hebat lagi, memantaskan kepada yang lebih hebat lagi dan menerima dengan lebih syukur.
Sebagai kekasih Tuhan, marilah kita meminta keada Beliau, memantasan diri bagi permintaan kita, dan bersyukur sekali saat menerima yang diberikan untuk permintaan kita.
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS: Al-Isra :1)
Untuk percaya kita tidak harus mengerti, karena keimanan itu adalah penyerahan yang belum tentu bisa dijelaskan. Tuhan menunjukkan hal-hal logis dalam kehidupan kita, melihat bukti-bukti yang bisa diamati dengan indera kita, bahwa keyakinan kepada yang baik akan membaikkan kehidupan.
Tetapi dalam hal-hal yang logis itu, Tuhan selalu menyisipkan hal-hal yang tidak logis, untuk menguji keutuhan keimanan kita.
Seperti perjalanan Rasulallah ke Sidratul Muntaha , ke lagit yang berlapis-lapis itu hanya dalam semalam, diabad dimana teknologi untuk mempercepat perjalanan belum sebaik sekarang, bahkan teknologi sekarangpun tidaklah cukup.
Sehingga akan selalu ada komponen tidak logis dalam logika keimanan kita, karena kalau semuanya logis kita tidak membutuhkan Tuhan.
Isra Mi’raj mengajarkan kepada kita untuk menyerahkan komponen yang tidak logis bahkan yang tidak mungkin tadi kepada yang meneruskan upaya kita.
Perlu anda ingat bahwa Tuhan akan campur tangan dalam pekerjaan orang yang tidak mungkin diselesaikannya apabila dia mengkekasihkan diri kepada Tuhan.
Maka jadikanlah pelajaran dari perjalan Isra’ Mi’raj ini untuk menaikan kita dan kehidupan keluarga yang tercinta dalam taraf-taraf kualitas kehidupan yang tadinya tidak mungkin hanya dicapai dengan hal logis.
Berserahlah sepenuhnya, sehingga banyak hal-hal yang tadinya tidak mungkin menjadi mungkin, yang tadinya tidak logis menjadi sangat logis bagi orang yang beriman.

sumber : salamsuper.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar